- atha's scrapbook

July 18, 2016

Aku kira menyukaimu dalam diam adalah salah satu bentuk seni yang menyenangkan untuk dilakukan.

Betapa romantisnya aku.

Entah telah berapa ketukan detik yang telah aku habiskan untuk memikirkanmu, padahal namamu pun belum kutahu.

Saat kau telah berhasil membuat otakku bekerja menghasilkan untaian kata yang indah, saat itu pula aku tahu bahwa kau telah berhasil memengaruhi hatiku, wahai kau yang belum nyata.

Aku mengenalmu sebagai yang berani bersuara. Jarang sekali ada laki-laki yang tanpa malu berani mengungkap apa yang dia rasa, membubuhkan kata-kata manis dan puitis dalam layar kacaku.

Sampai pada ketika dimana aku sadar bahwa menyukaimu secara diam-diam tidak lagi mengasyikkan.
Karena aku tahu, syair-syair indahmu terlahir karena dia.

Dia yang bukan aku.

Dia yang masih menemani degup jantungmu, keluar masuk seirama dengan helaan napas beratmu yang lelah itu.

Lelah menantinya.

Lelah merindukannya.

Takdir terkadang lucu.

Mengapa harus kamu yang kulihat di siang hari yang terik itu.

Mengapa Tuhan menggariskan pertemuan kita di hari bersejarah itu. Oh ya, hari bersejarah bagi ribuan orang. Tidak hanya aku.

Mungkin aku terlalu naif untuk menyebut hari itu sebagai pertemuan. Bagimu hari itu aku hanyalah satu dari sekian ribu massa yang tumpah ruah di jalanan kota kita. Bagimu hari itu aku adalah sama seperti yang lainnya. Tidak terlalu penting untuk dipikirkan, apalagi dikhawatirkan.

Kau tahu, jika saja kau benar kenal aku. Dan aku tulis cerita ini menjadi cerita kita dalam lembaran kertas. Mungkin akan mewabah separah “Cintaku di Kampus Biru” pada masanya. Belum lagi jika ditambah embel-embel “berdasarkan kisah nyata”. Bisa terkenal aku.

No comments:

Post a Comment