September 2012 - atha's scrapbook

September 21, 2012

HiGH SCHOOL LIFE PART 4

Friday, September 21, 2012 2
HiGH SCHOOL LIFE PART 4

Hayyyy part 4 nihh, maaf ya kalo jelek + ceritanya muter-muter gak karuan-___- 
enjoyyyy~

HiGH SCHOOL LIFE PART 4


Saat semua perbedaan terpapar jelas, masih bisakah kedua unsur yang berbeda, garis bawahi, sangat berbeda, bersatu? Tolong jelaskan bagaimana, rasanya mencari tahu sesuatu dengan susah payah dan hasilnya malah membuatmu kecewa!

Hei,
Dekat tapi jauh
Dekat tapi sepi
Walaupun dekat, tapi sedih

***

Semuanya cuma kebetulan, kesalahan yang manis. Orang bisa suka, dan akhirnya jatuh cinta, cuma kebetulan. Banyak faktor yang mempengaruhi segala kejadian. Bukan hanya satu, tapi banyak. Waktu, air mata, sakit hati, omong kosong, tawa, dan yang paling penting... tatapan mata. Aku belajar banyak tentang hal itu hari ini. Bukan dalam fisika, tapi dalam mata pelajaran yang lebih nyata, yaitu kehidupan.

Pertemuan kita mungkin memang takdir. Namun perkenalan kita? Aku rasa bukan. Kita yang membuat itu sebagai kebetulan, kesalahan yang manis. Lalu semua kejadian yang kita alami? Yap, bukan takdir. Sekali lagi bagiku hanya sebuah kebetulan, kesalahan yang manis.

***

Layang-layang itu terbang mengangkasa. Seakan-akan sedang tertawa bersama awan. Seakan-akan tidak memiliki masalah. Tidak seperti hidupku, dan tidak juga seperti hidupmu, kan?

Langkahku satu-satu diatas jalan setapak membuat sedikit keributan akibat gelang kaki yang kupakai. Dia berdiri disana, memainkan layang-layang. Aku mengutuknya, karena bertingkah laku seperti anak kecil. Saat jarak antara kami hanya tinggal 5 langkah, ia menoleh. Dan tersenyum. Menyapaku. Sapaan pertama yang kudapat hari ini.

“Hai Xav.”

“Hai.” Aku duduk di rerumputan. Menutup mataku, dan berusaha mengambil oksigen sebanyak-banyaknya untuk paru-paru ku. Ia melihatku sekilas, menurunkan layang-layangnya, dan duduk disebelahku.

“Maaf ya, ngirim mailbox jam 3 pagi..”

“Maaf itu gak gampang, Taft dapetinnya.”

“Sama kayak perbedaan? Susah ngilanginnya?”

Aku terdiam cukup lama, sampai akhirnya memberanikan diri menjawab,
“Taft, perbedaan itu diciptakan untuk menguji seberapa kuat manusia bisa diuji.”

“Itu doang, Xav? Lawak lo. Gue udah nemu banyak perbedaan. Gue udah hadapin, gue udah susah payah ngilanginnya. Tapi hasilnya? Tetep aja gue dapet banyak perbedaan.” Taft tertawa miris, sedikit menyindir.

“Ya, namanya juga perbedaan, Taft. Ya pasti selamanya akan tetep beda.”

Taft menoleh, dan menatapku miris.
“Lo bilang kita boleh percaya sama hal yang nggak pasti, Xav...”

“Iya, Taft. Emang boleh, tapi ini kasusnya beda. Banget.”

“Dalam sudut pandang lo, iya emang beda! Tapi lo pernah gak, mikir dari sudut pandang gue? Pernah nggak, Xav?”

Aku menelan ludah sebanyak-banyaknya. Menghirup oksigen sedalam-dalamnya. Memejamkan mata sekuat-kuatnya. Saat membuka mataku, aku tidak bisa melihat Taft. Yang kulihat hanyalah buram yang menghasilkan tetes-tetes air bening, dan tubuh Taft yang mendekat kearahku.

“Kasih tau gue, Xav. Lo nangis buat apa.” Ia menggerakkan ibu jarinya, menghapus beberapa tetes air mataku. Namun sepertinya percuma, karena mataku tidak mau berhenti memproduksi air mata.

“Apa perlu gue jawab, kalo jawaban gue nggak akan buat masalah ini selesai?”

“Ya.” Air mataku semakin deras, bahuku terguncang-guncang pelan. Taft meraihku kedalam pelukannya, dan gilanya, aku membiarkannya yang mencoba menenangkanku.

“Gue takut, Taft. Gue capek. Gue frustasi. Gue bingung. Gue gatau mesti gimana...”

“Bagi takutnya, capeknya, frustasinya, bingungnya ke gue, Xav..”

“Hahaha buat apa? Gak berguna.”

"Xav, terkadang berbagi itu bisa membantu. Dan lo tau nggak sih, kalo terkadang berbagi itu membuat kita lupa sama masalah, sama perbedaan, walaupun cuma sebentar."

“Lo harus percaya sama gue, Xav...” Taft menggantungkan ucapannya. Menatapku dalam, dan melepaskan pelukannya.

Aku menatapnya heran, “Percaya? Percaya apa, Taft gue nggak ngerti.”

Aku tidak mengerti dan tidak akan pernah mau mengerti. Karena, tidak semua hasil selalu seperti harapanmu. Karena semua kejadian cuma kebetulan, kesalahan yang manis.

***
eaakkkk maaf ya pendek. thanks for reading! Leave comments pleaseee, one comment means the world to me :) thank you! xoxoxo \m/

September 18, 2012

could it be worse?

Tuesday, September 18, 2012 0
could it be worse?
When you try your best, but you don't succeed


When you get what you want, but not what you need


When you feel so tired, but you can't sleep


Stuck in reverse


When the tears come streaming down your face


When you lose something you can't replace


When you love someone, but it goes to waste


Could it be worse?


Coldplay - Fix You


Could it be worse......?
Could it be worse......?

Terkadang hidup nggak adil ya, ada saat dimana kita merasa down, merasa sendirian, merasa jadi pecundang, merasa... nggak berguna.

Terkadang hidup berat banget ya, ada saat dimana kita merasa lemah, cengeng, dan pengen nyerah... secepatnya.
Dan ada saatnya ketika kita pengen teriak "BISAKAH HIDUPKU LEBIH BERAT LAGI?"
Ha. Percuma. Segini aja gak kuat, apa lagi ditambahin?
Bodoh.

Tapi, terkadang hidup itu juga indah ya, ada saat dimana kita bisa tertawa sekeras-kerasnya, merasa paling bahagia, merasa tidak ada beban lagi seolah semua terasa menyenangkan, merasa terbang... tinggi.

Jujur, saat saya menulis ini saya sedang tidak berada pada mood terbaik saya. Kamu tahulah, cewek. Adakalanya saya merasa terlalu sensitif, terlalu cengeng. Ibu bilang itu wajar, sebagai anak-cewek-yang-masih-lima-belas-tahun. I just need a place to share my stories with... I've lost my mommy's ears, that used to listen my stories. She's away from me, thousands miles apart :-)

So, I got the conclusion ,
Just.. face the problems.
Never give up.
Remember something that gives you strength.
And fly...

September 16, 2012

HiGH SCHOOL LIFE PART 3

Sunday, September 16, 2012 0
HiGH SCHOOL LIFE PART 3
Finally dapet ide lagi buat nulis, di part 3 banyak kata-kata bagus looh :3 haha ini diaa~


HiGH SCHOOL LIFE PART 3



Aku berjalan pelan. Air mataku tidak juga mau kering. Tapi tak apalah, toh tidak juga terlihat. Seakan dihapus oleh air mata bumi. Ya, sekarang memang sedang hujan, tapi aku tidak merasa dingin. Aku hanya merasa sendirian. Aku merasa semua orang jahat terhadapku. Kenapa aku tidak punya satu orang saja yang bisa mengerti? Haha kamu tahulah, aku ini memang tidak penting.

***

Aku menghitung. Ya, menghitung. Detik per detik yang berjalan sangat lambat. Denyut nadi yang pelan, detak jantung yang lemah, tarikan nafas yang berat, langkah yang seakan melayang, dan tetesan air mata yang jatuh. Nggak semudah mengerjakan soal aljabar. Jauh lebih sulit.

Kamu tahu bagaimana seseorang bisa datang dan pergi dengan cepat, kan? Tidak memberitahu terlebih dahulu. Tidak membiarkanmu menarik nafas satu detik saja. Tapi apakah kamu tahu, bagaimana rasanya diajak terbang tinggi, lalu dicampakkan begitu saja? Seperti balon yang sedang mengangkasa, lalu dipanah. Sakit memang, namun aku belajar sesuatu. 

Tidak mau terbang lagi..

Dia yang kemarin membuatku tertawa, dia yang kemarin tertawa sambil menatapku. Kini giliranku menatapnya, sambil menangis? Apakah ini adil? Dia membuatku tertawa dan dia juga yang membuatku menangis. Berlebihan dan menjijikkan memang, mengingat aku bukan siapa-siapa. Temannya pun tidak...

Lalu maksud semuanya kemarin apa?

“Xav, di langit banyak bintang loh...”

“Gue yakin di langit banyak bintang. Walaupun gue gabisa liat karena gue lagi ditempat les. Tapi gue percaya kok kalo di langit banyak bintang.”

“Buat apa percaya kalo nggak bisa liat? Buat apa percaya sama hal yang belom pasti? Ngabisin waktu tau gak.”

“Hei, terkadang kita emang harus percaya sama hal yang nggak pasti, karena hal-hal yang pasti belom tentu bisa dipercaya.”

“I’ll keep your words, Xav! Belajar yang bener yaa.”

And it made me blushing, you know.

***

Sekarang, setelah semua ini? Haruskah aku tetap percaya?? Percaya pada kemungkinan terburuk, atau kemungkinan terbaik? Aku banyak bertanya, ya. Maaf.

***

“Xav, ayolah gue yakin lo denger omongan gue. Lo cuma nggak mau ngangkat telpon gue kan? Fine, mailbox ini cuma semenit so gue gak mau basa-basi. Gue tunggu di taman besok jam 10 pagi, kalo lo nggak dateng we’ll be strangers, oke bye!”

Bunyi mesin itu memekakkan telinga. Bayangkan saja, benda itu berbunyi jam 3 dini hari!

Aku menghela nafas satu-satu, dan menangis tanpa suara. Mengapa keadaan menjadi jauh lebih sulit? Bukankah harusnya setiap hari menjadi lebih mudah karena aku sudah diajari untuk kuat? Aku sudah bersumpah tidak akan terbang lagi bersama Taft. Tapi jika Taft berlutut dan memohon apakah aku kuat untuk mengatakan tidak?

Dasar Taft gila! Menelpon jam 3 pagi! Taft memang sudah gila, merubah nama Shafira menjadi Xavi. Dan Taft juga gila, menyebabkan pikiranku dipenuhi oleh namanya.

Benda itu berbunyi lagi..

"Xav, lo pernah bilang sama gue kalo terkadang kita harus percaya sama hal yang nggak pasti, karena hal-hal yang pasti belom tentu bisa dipercaya, kan? Sekarang semuanya nggak pasti kan? Gue minta lo percaya, sekali ini aja.”

Aku terdiam mendengar suara Taft yang seperti kereta api itu. Cepat, dan membahagiakan.

***

Thanks for reading! You rock! leave comments please, xoxoxo

September 13, 2012

Mommy, I miss you.

Thursday, September 13, 2012 0
Mommy, I miss you.
Kalau bagimu merindukanku adalah hal yang berat, harusnya kau mencoba bagaimana caraku merindukanmu. Kau adalah matahari yang menghangatkan pagiku, dan bulan yang menerangi selama tidur malamku. Tak bosan aku merapalmu dalam doa-doaku, berusaha mengetuk hati Tuhan supaya berbaik hati mengirimkanmu untukku.

Tak perlulah kamu tahu berapa banyak air mata yang membasahi bantal saat khayalku terbawa dalam kenangan tentangmu. Dan, aku pun tak ingin kamu ikut sedih ketika tahu betapa dinginnya hari-hari tanpa senyummu...

Jadi, beri tahu aku, kapan kau akan kembali? Atau, haruskah aku lagi-lagi mengganggu Tuhan supaya Dia mengabulkan permintaanku?

copied from Believe, by Morra Quatro

***

Tonight I'm missing mommy so much. Don't you wanna ask how much tears that have dropped through our eyes?

Mom, I know this is really hard. I know you held your tears everytime we talk on the phone. I know you held your tears while we were having a webcam chat. And I know you held your tears when you hugged me tight that day...
We've been through these all. And guess what? We survived. I am okay here, and you can live your life happily as always. For a better future, please just let me go :)



 Remember the first day we met, mom?

3 months, wearing Mas Ancha's clothes, and...

 6 months of me

 My first birthday, my first cake, my first time blowing a birthday candle.


Thank you mommy, for everything you've done for me. I love you, always and forever. They said forever is a long time. I know, I just wanna love you for a long time. I miss you, so much.

September 11, 2012

HiGH SCHOOL LIFE PART 2

Tuesday, September 11, 2012 2
HiGH SCHOOL LIFE PART 2
HiGH SCHOOL LIFE PART 2


Aku suka cara dia memperhatikan sesuatu, aku suka senyumnya, aku suka caranya berbicara dengan kata-kata kasar dan sinisnya, aku suka tatapan dinginnya, dan aku juga suka kerutan di dahinya ketika dia bingung. Dan itu bohong, jika aku berkata membenci dirinya. Aku menyukai segala hal tentangnya, terlebih aku suka caranya memperlakukanku. Apakah aku jatuh hati kepadanya? Ah, tidak mungkin! Aku tidak mungkin jatuh cinta padanya. Sangat tidak mungkin. Lagipula ini terlalu cepat.

***

Sudah sebulan ini dia hanya berjarak 30 cm disebelahku, selama tujuh setengah jam, enam hari seminggu. Es didalam tubuhnya sudah mencair sedikit demi sedikit. Menurutku dia sudah mulai bisa beradaptasi. Ia tidak lagi sendirian, mulai bergaul dan membicarakan tentang games bersama anak cowok lainnya. Aku juga mulai bisa mengajaknya tertawa, mengajarinya origami, dan terpenting, menatapnya tanpa takut disentak.
Aku selalu memikirkan kembali kejadian di sekolah setiap hari. Selalu. Apakah ini wajar? Entahlah, yang pasti aku senang memikirkannya. Aku senang dia duduk disebelahku.

Pagi itu diadakan lomba membuat mading antar kelas. Kelasku, kelas terheboh sepanjang masa, kelas yang merupakan keluarga keduaku, memutuskan untuk mengambil tema colorful. Aku suka sekali ide itu, akan ada banyak warna-warna cerah yang akan kami gunakan diatas karton hitam berukuran 1x1 meter itu.

Aku sedang mengayam benang wol warna-warni saat aku merasakan ada yang berjongkok disebelahku. Dia. Dia tersenyum geli sambil menatapku. Aku balas menatapnya bingung.

“Hei, ini harusnya dipotong dulu. Sini..”

Dia, tanpa izin mengambil anyamanku dan membawanya pergi. Aku hanya menatap punggungnya yang berjalan ke kanan ke kiri mencari gunting. Bayangkan itu! Dia mencarikan gunting untukku, untuk menggunting ujung anyaman yang sebenarnya tidak penting itu. Aku hanya tersenyum. Aku selalu menyukai caranya memperlakukanku...

“Nih, udah dipotong. Harusnya gini nih, lebih rapi kan?”
Aku suka caranya memperlakukanku. Selalu suka...

Cengirannya... membuat aku tak tahu harus berkata apa selain terima kasih yang aku ucapkan berulang-ulang sampai 3 kali. Ia hanya menatapku tajam dengan matanya yang dingin itu, kembali nyengir, mengangkat bahu dan berlalu pergi.

Lain cerita saat jam pelajaran olahraga.

Kami berlatih bermain American Football. Latihan dasar pertama pagi itu adalah tentang lempar-tangkap. Hanya itu. Namun, sebuah kejadian membuatku semakin mengaguminya.

Sekarang giliranku menangkap bola dari temanku di seberang sana. Dia mengantri bersama beberapa teman yang lain di sebelah kiriku. Aku bersiap, dan meluncurlah bola itu. Aku tidak tahu mengapa bola itu seakan mengejarku dengan kecepatan diatas rata-rata. Aku ingin menangkap namun bola itu terlalu tinggi untukku. Aku hanya bisa pasrah, berharap bola itu tidak akan membentur kepalaku. Tepat pada saat aku akan menutup mata, kurasakan sebuah tangan menghalau bola sialan itu hingga bola itu terguling jauh ke sebelah kananku. Aku menatap si pemilik tangan.

“Makanya hati-hati. Punya mata nggak sih? Katanya jago, tapi masa beginian aja nggak becus? Payah lo.”
Aku menyukai kata-kata kasarnya...

Dia lagi, Ya Tuhan. Apa yang sebenarnya Engkau rencanakan? Mengapa Kau biarkan aku menyukainya disaat aku tahu aku dilarang untuk bersamanya?

***
Finally dapet ilham nih, huehehe thanks for comments, and thanks for reading!
Lots of love! <3 xoxoxo

September 6, 2012

HiGH SCHOOL LIFE PART 1

Thursday, September 06, 2012 2
HiGH SCHOOL LIFE PART 1
haloooo! Atha lagi iseng nih buat cerita. Oke, tanpa basa-basi langsung aja yaa!

NB : BUKAN KISAH NYATA-___-

HiGH SCOOL LIFE PART 1


“Sudah dibilang tidak ada barang elektronik! Masih tidak jelas?!”

Aku menatap sosok yang menjulang dihadapanku tanpa ekspresi apapun. Tatapan miliknya sungguh tidak berperikemanusiaan. Bengis. Bibirnya hanya terkatup rapat, seolah tidak ingin membuang waktunya dengan tersenyum satu detik saja.

“Maaf, Kak.”

Matanya mulai tampak berkilat marah. Sambil mengacungkan mp3 player kepunyaanku, ia langsung pergi begitu saja. Membiarkan aku dan sembilan anak lainnya menatap punggung lebarnya kebingungan. Rasanya aku ingin menangis. Mp3 yang baru aku beli satu minggu yang lalu itu kini sudah tidak ada di sakuku lagi. Aku ingin mengutuk dunia, mengutuk kakak tadi dengan seluruh peraturan yang mengkekangnya, dan mengutuk siapapun yang mencetuskan kegiatan gila ini.
***

Tiga hari kemudian aku mulai bisa bernafas lega. Kegiatan gila itu telah selesai, menandakan aku telah bebas dari peraturan-peraturan ajaib, aneh, yang membuat kepala Ibuku jadi ikut berdenyut-denyut tidak senang. Aku mulai memakai seragam baruku, kemeja putih dengan rok abu-abu. Tadi pagi ibu menatapku dengan berkaca-kaca. Masih tidak percaya bahwa aku sekarang sudah kelas 10.

Aku terseok memasuki gerbang sekolah. Kakiku masih pegal, seluruh badanku masih lelah. Jika boleh, aku akan lebih memilih untuk tidur dibandingkan harus berada di dalam kelas selama tujuh setengah jam, dengan orang-orang asing yang belum aku kenal. Sampailah aku di depan papan pengumuman. Jariku menelusuri nama-nama asing, berusaha mencari namaku di sela-sela ratusan nama lainnya. Jariku berhenti di kelas X10. Kelas paling ujung yang membuat aku harus berjalan lebih jauh lagi. Aku menghembuskan nafas panjang, berharap hariku akan terasa menyenangkan.

Dari kejauhan aku melihat papan nama itu. Kelas X10. Aku tersenyum tipis lalu kembali berjalan. Kelas itu lumayan berisik. Samar-samar aku mendengar percakapan mereka. Kebanyakan dari mereka berkenalan, dan sebagian lagi membicarakan tentang 3 hari kemarin. Tentang MOS. Aku mulai melangkahkan kaki masuk. Inilah separuh hidupku satu tahun kedepan.

Saat aku masuk, beberapa orang menghentikan kegiatan mereka dan menatapku. Aku baru akan tersenyum saat pintu kelas dibuka dan dibanting dengan keras. Dahiku berkedut, bersumpah hendak memarahi siapapun yang melakukan itu. Saat pintu terbuka, sosok itu datang lagi, dengan mp3 player kepunyaanku! Aku menatapnya dengan kesal, dan tanpa basa-basi langsung merebut mp3 player itu dari tangannya. Aku lalu berjalan menuju bangku nomor 3 dari belakang, menaruh tasku, menyumbat lubang telingaku dengan earphone dan menghidupkan mp3 player itu. Tidak peduli dengan mata-mata yang menatapku terkejut. Samar-samar aku mendengar pintu kelas ditutup kembali. Aku tersenyum.

Aku mendengar langkah kaki mendekat. Aku menoleh. Berdirilah disana sosok jangkung yang menatapku tanpa ekspresi. Tanpa senyum apapun. Tatapannya dingin, tajam, dan agak menakutkan. Aku melepaskan earphone ku, menatapnya bingung.

“Kenapa?”

“Bangku lain penuh.” Tanpa berkata apa-apa lagi ia duduk disebelahku. Aku menatapnya kesal. Orang ini minta diajar!

Aku menatap sekeliling. Benar, bangku lain sudah penuh. Aku mengutuk diriku sendiri, kebodohan yang aku perbuat menyebabkan aku harus satu bangku dengan makhluk semi-bisu ini.
***


Gimana? Gimana? Kalo ada yang baca ini, comment dong. Biar atha semangat nulisnya. Ntar kalo banyak respon, dilanjutin nih. Yaaa? Makasih yang udah mau baca! xoxoxo