May 2017 - atha's scrapbook

May 26, 2017

Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu Jua

Friday, May 26, 2017 0
Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu Jua
Manusia pada dasarnya selalu memihak, kepada apa yang diyakininya benar. Tapi, persepsi 'benar' dan 'salah' bagi setiap orang belum tentu sama. Kita hidup di dunia yang bukan hanya terdiri dari hitam dan putih, ada puluhan bahkan mungkin ratusan shades abu-abu di antaranya. Bukan porsi kita untuk menentukan dan memaksakan apa yang harus diyakini oleh orang lain.

Kita hidup heterogen. Sebut saja suku bangsa, bahasa, budaya, ras, agama, kebiasaan. Hidup berdampingan dengan yang berbeda-beda tentunya bukan hal yang mudah, ya? Tapi bukan tidak mungkin terjadi. Kita sudah pernah melakukannya. Leluhur kita sudah pernah. Kenapa sekarang tidak?

Ketidaksamaan di antara kita memang sangat sangat sering menimbulkan masalah. Bukan akhir-akhir ini saja. Tentunya kita semua pernah tahu bahwa beberapa puluh tahun lalu kaum kulit hitam mendapat diskriminasi besar-besaran di Amerika. Namun setelah beberapa dekade berlalu, salah satu presiden mereka berkulit hitam. Tapi apakah diskriminasi sudah benar-benar hilang disana? Sepertinya tidak.

Sampai kapan pun yang namanya perbedaan itu akan selalu ada. Alhamdulillah manusia diberi Allah akal untuk berpikir, yang seharusnya mampu digunakan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sekali lagi saya bilang, persepsi 'salah' dan 'benar' dari setiap orang belum tentu sama. Dan bukan hak kita untuk memaksakan setiap orang memiliki perserpsi yang sama dengan persepsi yang telah pikiran kita ciptakan untuk kita yakini. Perbedaan lagi.

Ketika kita sudah tahu bahwa kita berbeda-beda, memiliki hasil pemikiran yang berbeda-beda, dan mengimplementasikannya berbeda-beda, lalu mau apa? Apa susahnya menghargai?

Pada tengah jalan kita mungkin akan bertemu dengan manusia-manusia dengan keberpihakan yang sama dengan yang kita anut, dan pasti, pasti kita akan lebih cenderung suka padanya. Memihak padanya, membelanya. Tapi apakah kita harus membenci ketika kita bertemu dengan yang tidak memihak hal yang sama dengan yang kita pihak?

Saya suka sedih dengan keadaan Indonesia yang sekarang semakin carut-marut. Apakah Gadjah Mada dan mimpi besarnya menyatukan Nusantara mati sia-sia? Apakah perjuangan Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, Sultan Hasanuddin, dan puluhan pahlawan Nasional kita mati sia-sia?

Indonesia yang heterogen ini cantik. Disatukan dengan kata sakti 'Bhineka Tunggal Ika'. Founding Fathers kita percaya Indonesia bisa kuat, bisa bersatu karena keberagamannya. Sekarang keberagaman ini malah jadi senjata untuk saling serang saudaranya sendiri.

Kalau bicara agama, saya kira Indonesia sudah cukup adil. Hari-hari besar setiap agama yang diakui dijadikan hari libur nasional. Rumah-rumah ibadah bebas didirikan. Dan setiap orang berhak untuk memilih apa yang mereka yakini. Saya rasa kita sudah lupa dengan poin-poin dasar ini, dan terlalu mem-blow up apa yang seharusnya tidak perlu di-blow up. Saya percaya setiap agama mengajarkan kebaikan, dan setiap agama memiliki pandangannya masing-masing terhadap penganut agama lain atau dalam kata lain 'non-believer'. Dalam agama Islam sendiri, non-believer disebut 'kafir'. Namun saya rasa penggunaan kata 'kafir' di Indonesia sudah terlalu banyak dipakai untuk menghujat sampai-sampai terpatri dalam benak orang-orang 'kafir' adalah pendosa, tidak pantas diberi surga, dan calon penghuni neraka. Sehingga ketika seseorang dilabeli 'kafir', dia tidak akan terima karena siapa yang ingin dilabeli sebagai 'pendosa', bukan? Padahal arti kafir sendiri yang sebenarnya adalah 'yang bukan muslim', yang seharusnya tidak menjadi masalah ketika digunakan. Tapi sekali lagi, karena penggunaan kata tersebut selama ini adalah untuk menghujat, orang-orang sudah sensitif sekali dengan kata ini.

Hal-hal seperti itu yang membuat kita lupa akan keramah-tamahan dan keindahan keragaman yang kita punya. Indonesia sebenarnya diberikan rasa toleransi yang tinggi, namun emosi yang mudah tersulut, dan lagi-lagi yang paling saya benci, tidak mau cross check. Informasi apapun ditelan mentah-mentah, selama sumber yang memberikan mereka anggap 'benar', dan menolak mentah-mentah informasi dari sumber yang mereka benci. Padahal belum tentu yang mereka anggap benar itu benar, dan yang mereka anggap salah itu salah. Saya sudah bilang kita tidak hidup hanya dengan hitam dan putih. Ada banyak shades abu-abu di antaranya. Tidak mengapa punya pemikiran sendiri, tidak mengapa opini kita berbeda dengan suara mayoritas, tidak mengapa apa yang kita yakini benar tidak sama dengan yang mereka yakini benar. Selama kita mau menghormati, dan menghargai pendapat orang lain.

Apa sih enaknya hidup dalam ketakutan, kebencian, dan rasa marah yang tak kunjung berhenti? Kenapa kita tidak bisa kembali di masa ketika belum marak sosial media dan berita kacangan yang membuat muak, dimana semua orang baik-baik saja hidup berdampingan dengan perbedaan. Internet, media sosial, memang seperti dua sisi mata pisau. Di satu sisi, banyak pekerjaan yang bisa dikerjakan dengan lebih mudah, informasi-informasi darurat dapat segera tersampaikan, dan kita bisa silaturahmi dengan yang sangat jauh. Tapi di sisi lain, banyak orang yang menggunakan kecanggihan teknologi untuk menyebarkan kebencian, berita subjektif yang sangat sangat tidak mendidik, atau menghujat sana sini. Marilah gunakan internet dengan bijak. Sebarkan kebaikan, ajakan kedamaian, dan informasi-informasi edukatif yang berguna.

Perdamaian itu bukan tidak mungkin terjadi. Saya pernah tinggal di 4 provinsi berbeda di Indonesia. Selama masa transisi, tentunya 'perbedaan' saya akan terasa dan terlihat oleh 'orang lokal'. Tapi apa saya dikucilkan hanya karena aksen saya berbeda dengan mereka, atau saya tidak mengerti apa yang mereka katakan sehingga mereka harus pakai bahasa Indonesia? Tidak. Manusia itu fleksibel, bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Satu-satunya makhluk yang cara adaptasinya adalah dengan akalnya. Manusia diciptakan untuk bisa hidup berdampingan dengan perbedaan, dan kita bukan tidak bisa beradaptasi dengan perbedaan-perbedaan di antara kita.

Biarlah perbedaan-perbedaan ini jadi pemanis di antara kita. Jadi pengingat bahwa manusia adalah makhluk tingkat tinggi dengan akal yang mampu toleransi dengan perbedaan. 

Indonesia kaya bukan karena pendapatan per kapitanya tinggi. Bukan karena masyarakatnya semua hidup bergelimang harta. Indonesia kaya karena kita terdiri atas perbedaan-perbedaan yang diirikan banyak negara lain, lho. Tujuh belas ribu pulau, ratusan suku, bahasa daerah, lagu-lagu, tari-tarian, masakan, adat istiadatnya, dan fakta bahwa kita hidup baik-baik saja dengan keberagaman tersebut. Iyakah?

Semoga kita dijauhkan dari rasa benci dan amarah yang tidak perlu. Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa menyebarkan kebaikan dimanapun kita berada. Aamiin.

All my love,
Atha.

May 20, 2017

What A Funny World We Live in

Saturday, May 20, 2017 0
What A Funny World We Live in


As she closes her eyes, she sees him smiling under the summer’s sunlight hugged by sunset breeze on the top of a cliff next to the ocean. Soothing. Calming. She immediately smiles, knowing that he’s happy.
She has seen his sorrow surrounded by people’s laughter. Depressed and dark. It’s not the fact that he ran low that makes her sad. It’s because she could do nothing to help. That she couldn’t reduce his pain.
Now that everything is better, she only could hope that he would always be okay, always be safe, and always be tough enough to face all mess the world has to offer.

***

It’s her smile that lights up his tiring day. She never realizes that she is so special. One of a kind. She doesn’t believe it everytime people says she’s pretty and worth it. She always takes it as a joke.
Last night after hundreds of things he had to think about, she slipped into his mind. He laughed, potraying her bumping into someone’s back and keep saying ‘Im sorry’. Then she began cursing at herself telling how stupid she is, while he thought she isn’t.
He only could hope that she would begin believing at herself. Rather than focusing at her flaws, he hopes that she would expand her sight, borders, braveness, and finally could see that she’s that special. That she is the reason why he’s smiling tonight.