October 2016 - atha's scrapbook

October 30, 2016

She is Too Afraid

Sunday, October 30, 2016
She is Too Afraid
She is too afraid to shout her thoughts out.
too afraid of crowded places.
of strange faces.
She is just too afraid.

She is too afraid to talk about her deepest secrets.
too afraid of dark.
of empty boxes which are fulled of dust.
She is just too afraid.

People says big girls don't cry.
but girls are human too.
each is given a pair of Tränendrüse.
each needs to put her head down to the ground.
34 times a day.

October 9, 2016

Ngobrol

Sunday, October 09, 2016 0
Ngobrol

Saya suka sekali ngobrol. Bertukar pikiran, pendapat, dan sudut pandang akan penyelesaian suatu masalah, atau setidaknya opini mengenai sebuah fenomena. Jarang sekali bisa saya temukan teman ngobrol yang asik dan tahu banyak. Mungkin kebanyakan memang sukanya ngobrolin tentang gosip atau make up. It’s fun sometimes, but it gets me boring easily.

Ngobrol disini maksud saya adalah beneran ngobrol. Tentang berita yang lagi hits, perang dunia, ideologi, atau fenomena-fenomena ajaib khas Indonesia. Dan sampai sekarang teman ngobrol yang paling asik untuk saya adalah Ibu. Sama Ibu saya bisa ngobrolin banyak hal mulai dari politik, fenomena nikah muda, agama, sampai kebijakan pemerintah. Dua jam di telepon pun tidak terasa lama kalau ngobrol sama Ibu. 

Mungkin Ibu saya hanya ibu rumah tangga. Tapi pengetahuan dan pandangan beliau tentang dunia nggak sesederhana itu. Coba, ibu rumah tangga mana yang khatam novel Harry Potter 1-7, Twilight Saga, Sherlock Holmes, dan novel-novel Agatha Christie. Bahkan dongengku sebelum tidur sewaktu kecil adalah seri novel Lima Sekawan nya Enid Blyton. Film favorit Ibu adalah semua seri James Bond dan Mission Impossible... hahaha I lose at this point. Pengetahuan umum Ibu tentang dunia jauh lebih luas daripada saya. Ibu tahu kota-kota apa yang memiliki sejarah apa, ibukota-ibukota negara, sampai makanan khas dan tujuan wisata di negara-negara yang jarang kita tahu. Tapi Ibu ya tetap Ibu-Ibu. Sekarang lagi hobi sekali nonton sinetron Turki. Semoga beneran bisa keliling Turki one day ya, Mom.

Balik lagi ke topik. Kenapa, sih ngobrol itu penting. Dari ngobrol kita bisa tahu seperti apa seseorang itu, dan sepinter apa dia. Pintar tidak selalu tentang hal-hal kognitif yang hanya berorientasi pada akademik tapi social skill dan pengetahuan umumnya nol besar. Bukan. I’m not into those kind of people. Beberapa teman saya tanya, “Atha suka cowo yang kayak apa?” dan akan selalu saya jawab “Yang lebih pintar dari Atha.” Dari jawaban itu teman-teman saya selalu menatap saya aneh dan selalu bilang  So you like nerds who wear thick glasses and socially inactive and all they do is studying by themselves?”  Nggak. Orang-orang pintar menurut kamus saya adalah mereka yang pintar secara sosial, dalam artian akhlaknya bagus dan tahu bagaimana cara memerlakukan orang lain. Selain itu, mereka juga memiliki pengetahuan umum yang luas serta cara pandang yang cerdas, jadi asik sekali kalau jadi teman ngobrol dan diskusi. And they can teach me something I don’t know. Udah deh kalau sudah ketemu yang begitu saya langsung nge-fans.

Seperti yang kita tahu dari jaman sekolah dasar dahulu. Manusia adalah makhluk sosial, dan selalu butuh kegiatan sosial. Hal yang paling mendasar untuk bisa mengawali hubungan sosial ini ya ngobrol tadi. Sehingga sebenarnya ngobrol adalah salah satu kebutuhan dasar yang mau nggak mau harus kita penuhi. Entah hanya ngomongin kejelekan orang, atau diskusi tentang harga minyak bumi. Tinggal kita saja yang memilih, mau terus menerus ngobrolin hal nggak penting semacam kejelekan orang atau menambah ilmu baru dengan ngobrol yang melibatkan sudut pandang- sudut pandang baru.

Jadi, ngobrol yuk?

October 3, 2016

Having a Life-Changing Experience in Serbia

Monday, October 03, 2016 0
Having a Life-Changing Experience in Serbia
Serbia, Eropa Timur.


Kalemegdan Fortress, my most favorite place in Belgrade
source: travelinos.com
Tidak pernah sebelumnya aku menyangka akan menginjakkan kaki di tanah bekas pusat kejayaan negara raksasa yang megah, Yugoslavia. Aku mengenal Serbia sekitar tahun 2010 saat tanpa sengaja aku bertemu dengan gadis hebatnya. Namanya Lejla Hamzić dan aku hanya mengenalnya melalui media sosial. Kami bertukar cerita, mimpi, dan keluarga. Sejak saat itu aku selalu berkata kepadanya bahwa suatu saat aku ingin bertemu dengannya dan melihat Serbia, terutama kampung halamannya, Novi Pazar. Saat aku berkata begitu lidahku enteng saja. Toh anak SMP bebas mau mimpi semaunya. Tapi, aku selalu menyangsikan mimpi tersebut karena tidak akan mungkin terwujud. Jarang sekali ada keterkaitan antara Indonesia dan Serbia. Mungkin bila tidak kenal Lejla, aku tidak akan pernah tahu dan tertarik tentang Serbia.

Hingga akhir tahun 2015.

Aku berkesempatan memilih negara tujuan untuk program pertukaran pelajar sebagai relawan. Bayangkan itu. Aku bebas memilih. Pikiranku langsung menuju Serbia. Aku ingin bertemu Lejla. Kenapa, sih penting sekali? Memang siapa Lejla sampai diprioritaskan. Begini, bertemu Lejla adalah salah satu mimpi besarku kala itu. Dan aku hidup untuk membuat mimpi-mimpiku jadi nyata. Oh ya, aku mendaftar Maroko juga. Tapi mungkin Allah memang sudah menakdirkan bahwa aku akan bertemu sahabatku di 2016. Akhirnya aku diterima menjadi relawan di sebuah proyek pendidikan di Belgrade, ibukota Serbia. Menyesal? Tidak sama sekali. Malah sekarang Belgrade menjadi salah satu yang sangat aku rindukan.

Tidak banyak yang aku ketahui tentang Serbia selain dari cerita-cerita Lejla. Hingga saat aku pertama kali menghirup udara Belgrade setelah belasan jam penerbangan melelahkan dari Jakarta. Aku merasa benar-benar berada di tempat yang asing. Dan aku senang sekali. Aku dijemput oleh Sara, EP Buddy ku, yang terkejut saat tahu umurku baru18 tahun. “18? And you’re not afraid going abroad thousand miles just by yourself?” Oh percayalah Sara, aku takut. Aku menangis satu hari sebelum berangkat karena tidak yakin aku berani. Tapi Allah memang Maha Baik. Ia memberikanku teman seperjalanan sampai transit di Paris. Perjalanan Paris-Belgrade baru aku benar-benar sendirian. Makasih, Kak. Sukses master degreenya di UK :)

our small house
Skender Begova street. Jadi rumahnya itu masuk ke gang sebelah mobil merah itu.
Segera setelahnya Sara membawaku ke rumah yang sudah mereka sewa untuk ditempati oleh semua peserta pertukaran pelajar tersebut. Hari itu aku bertemu dua orang Turki. Arda dan Özlem. Rumah dua lantai tersebut mungil dan cantik. Kamarnya ada 3 dengan 2 kamar mandi dan dapur. Aku masih ingat sekali betapa dinginnya rumah itu saat pertama kali kami masuk. “Sudah lama kosong,” kata Ana, VP iGCDP. Rumah tersebut terletak di jalan Skender Begova yang berada kawasan Dorćol, hanya sepuluh menit berjalan kaki dari Trg Republike. Sangat strategis dan lingkungannya sangat menyenangkan untuk ditinggali. Dekat sekali dengan Skadarlija, restoran tradisional kuno yang selalu menjadi tujuan wisata di Belgrade.

My first night there was a nightmare.

Internet di hapeku nggak mau jalan. Koperku masih nyangkut di Paris. Aku lagi dapet. Ditinggal sendirian di rumah sama Arda & Özlem yang nggak  tahu pergi kemana sama teman-teman mereka masing-masing. Dan yang paling parah,  heaternya nggak panas sama sekali. Winter night in Eastern Europe without heater. Rasain sendiri, deh... Setiap beberapa jam sekali aku ke dapur, menaruh tangan dan muka di atas kompor. Saking dinginnya. Bolak-balik sms Ana & Sara, dan mereka ngotot kalau tidak ada masalah dengan heater nya. Malam itu aku hanya smsan sama Lejla dan Dzenana, kakaknya Lejla yang kuliah di Belgrade. Berkali-kali di-astaghfirullah-in Lejla karena katanya kasihan. Sambil mewek karena sedih kok ikut exchange begini amat.

Keesokan harinya semua sudah agak mendingan. Pagi-pagi aku ketuk kamar Özlem minta pembalut sambil mengajaknya beli roti. Tapi Özlem tidak berminat. Nggak tahu semalam pulang jam berapa. Akhirnya aku berjalan ke convinient store dekat rumah sendirian. Sebenarnya ada Pekara (toko roti) dekat rumah, tapi aku nggak tahu kenapa aku nggak kesana pagi itu. Di  shop&go aku beli air mineral, roti, cokelat, dan teh. Diliatin gerombolan anak sekolah dan ditatap tajam ibu kasirnya. Mungkin kaget lihat orang Asia. Jilbaban lagi. Tapi setelah sering kesana ibu kasirnya jadi ramah sekali terhadapku dan teman-teman yang kalau belanja berisik.

Siangnya, 5 orang exchange participants dari Tunisia dan Ukraina datang! Alhamdulillah nambah isi rumahnya. Ada Khouloud, Aymen, Haroun, Racha, dan Natalia. Tapi Racha nggak tinggal di Skender Begova. Dia akan tinggal di  apartemen di Ustanička, stasiun terakhir trem no 2 kalau dari Dorćol. Jauh. Aku pernah kesana satu kali. Lebih enak di Skender Begova, hehe. Di rumah Ustanička selain Racha ada Ugur, Hakan, Mey dan Ninel. Sementara itu, rumah Skender Begova ketambahan Zeynep, Alex, dan Valeri yang datang agak telat.

Berkali-kali aku telepon pihak maskapai karena koperku belum juga diantar, hingga di hari ketiga akhirnya sampai juga. Internetku juga akhirnya mau jalan. Dibantu Lejla suruh pencet ini-itu karena aku tidak mengerti bahasa Serbia, setelah sebelumnya menghabiskan pulsa menghubungi customer service yang tidak pernah menjawab. Bersyukur alhamdulillah Lejla baik sekali, tidak seperti orang Serbia lain yang menyerah begitu saja.“Nggak ngerti aku, Athaya.” “Maaf ya, nggak tahu.” Ya sudahlah.


Mengajar -  Pertama Kali jadi Guru
Beberapa hari setelahnya aku diantar Staša ke sekolah yang akan menjadi tempat kerjaku enam minggu ke depan. Hari itu hujan gerimis, dan kami bertemu di depan National Theater, lalu berjalan ke Zeleni Venac, terminal besar tempat banyak bus berhenti. Staša bilang kami harus naik bus 52 menuju Zarkovo. Perjalanan ke Zarkovo 40 menit, dan Zarkovo ini terletak di pinggiran kota Belgrade. Kami turun di halte Zarkovo Spomenik, di belakang sebuah supermarket besar. Sekolah itu bernama Osnovna škola Ljuba Nenadović. Sebenarnya awalnya aku akan mengajar bahasa Jerman dasar di Osnovna škola Vuk Karadžić di daerah Železnik sekitar 50 menitan naik bus 511 dari stasiun utama Belgrade, tempat Natalia mengajar. Namun sekolah tersebut tidak jadi mau menerimaku karena aku bukan orang asli Jerman. Akhirnya mereka mencari sekolah baru, dan jadilah aku mengajar di Oš Ljuba Nenadović, sekolah paling baik sedunia <3

Hari pertama kesana aku dan Staša bertemu kepala sekolahnya untuk membicarakan jadwal dan materi mengajar. Ibunya kurang bisa bahasa Inggris, jadilah Staša translator diatara kami berdua. Ia berkata bahwa lebih enak naik bus 37 karena bus 37 lebih sering ada dan lewat Dorćol, jadi aku nggak perlu jalan lumayan jauh ke Zeleni Venac. Lalu aku juga bertemu guru bahasa Inggris, Mrs. Natasha yang sumpah mirip sekali dengan Ana Kendrick. Baik banget lagi. Mereka bilang akan menyediakan makan siang setiap aku mengajar, dan makanannya selalu enak. Lengkap sampai dessert, dan porsinya selalu banyak. Kalau aku nggak habis selalu dibungkus dan disuruh bawa pulang! Alhamdulillah. Teman-temanku yang mengajar di sekolah lain nggak ada yang dikasih makan kayak aku, hehe.

Hari pertama mengajar.

Aku gugup setengah mati. Masalahnya dari Indonesia sudah mempersiapkan segala hal lucu dan imut karena perkiraanku aku akan ngajar anak umur 6-8 tahunan. Ternyata aku dapat murid kelas 8, yang umurnya 14 tahun. Umur-umur susah diajak kompromi. Kalau aku aneh bakal jadi gosip karena umur segitu udah pintar ngomongin orang, kan? Tapi ternyata aku salah. Mereka baik sekali. Cerewet tanya ini itu. Bahkan di pertemuan kedua mereka ngasih aku permen, karena hari sebelumnya aku bawa ting-ting kacang. 
This is Serbian candy and we want you to try this. Please try and tell us what you think.” :”) Itu pertama kalinya aku terharu karena ada yang baik sama aku. Aku juga dikasih satu jar besar selai plum sama Anja. Katanya ini buah khas Serbia, dan selai ini dibuat sendiri sama neneknya. Selainya enak sekali. Aku makan roti tiap pagi sama selainya. Hvala, Anja! Di hari terakhir ngajar aku bahkan dikasih satu goodie bag yang isinya dua bungkus Smoki besar, satu kotak Plazma čoko,  Najlepše želje isi cookies, karena mereka tahu aku suka sekali semuanya:”) dan juga... frame foto berisi fotoku bersama mereka yang di bagian belakangnya mereka tanda tangani dan mereka tulis “kami akan merindukanmu”.  Ya, pakai bahasa Indonesia. 

Mereka memelukku erat sekali hari itu. “Jangan lupakan aku, Athaya.” “Kalau kamu ke Belgrade lagi, cari aku ya.” “Athaya kalau ke Belgrade nginep rumah aku aja!” “We will miss you, Athaya.” Sedih :”) Nedostajes mi, guys!

Aku juga diberi hadiah oleh sekolah. Berupa buku karangan Ivo Andrić, penulis Serbia yang pernah meraih hadiah nobel. Judulnya Signs by the Roadside, yang kata Mrs. Natasha cocok untukku.
Mrs. Natasha juga memelukku erat sekali sore itu. Beliau nangis :”) Aku berkali-kali meyakinkannya untuk tidak sedih karena bukan tidak mungkin kami akan bertemu kembali. “Take care, Athaya. Thank you.” Oh, mrs. Natasha, aku yang seharusnya berterima kasih:”))
hadiah dari sekolah:3
Beberapa kali aku ikut Zeynep mengajar di sekolahnya, Oš Marija Bursać di daerah Zvezdara. Murid Zeynep ada 6, dan karena aku sudah bertemu mereka lebih dari 3 kali, aku jadi akrab sekali dengan mereka. Mereka ngajarin aku permainan seru, night in Palermo yang mirip sama permainan werewolf yang hits itu. Salah satu murid Zeynep, Luka, pintar bermain biola dan bahkan aku pernah datang ke konsernya Luka! That was an amazing experience. Aku juga pernah ikut Natalia ngajar, and it was amazing too. Sekarang aku agak menyesal, sih. Kenapa aku nggak pernah ikut anak-anak yang kerjanya di panti asuhan berkebutuhan khusus... jadi kemarin itu ada 2 proyek, Enter Your Future, yaitu ngajar, dan Social Care. Dan aku sekarang nyesel kenapa nggak pernah ikut anak Social Care kerja:”)

Banyak sekali yang aku dapatkan selama ngajar. Aku nggak ngajar, sih. Mungkin lebih tepatnya sharing. Tentang Indonesia, mimpi, dan hal-hal remaja lainnya. Dari mereka aku banyak mendapat ilmu baru. Sejarah Yugoslavia, bagaimana perang dunia berpengaruh terhadap Serbia, penjajahan Turki Usmani, bahasa Serbia, dan kebanyakan makanan.


Makanan Serbia

Aku penggemar berat Kolači, kue-kue manis khas Serbia. Seriusan. Nggak ada Kolači yang nggak enak. Favoritku Bajadera dan Čupavci. Baklava juga, tapi itu kue Turki, sih. Karena tahu aku suka sekali Kolači, di hari terakhir aku mau pulang Sara bikinin aku Kolači :”) dan orang rumah cuma aku bolehin nyicip satu orang satu suap karena secinta itu aku sama Kolači.
Kolači. source: slatki-zalogaj.hr

Selain Kolači, aku juga cinta banget sama Palačinke (pancake). Di Serbia, pancake itu bentukannya lebih mirip crepes basah gitu, bukan pancake a la Amerika. Aku paling suka yang isi nutella, plazma, dan višnja. Plazma itu biskuit Serbia (kalau yang untuk isi pancake ada yang bentuknya bubuk gitu, Plazma Mlevna. Plazma mlevna ini juga enak banget dimakan pake susu dingin dan nesquik serius ya Allah itu enak banget:”)), kalo višnja itu cherry. Di Belgrade ada tempat makan Palačinke paling terkenal, namanya aku lupa pokoknya di belakang National Theater gitu, tapi aku kurang suka. Aku lebih cinta sama Palačinke nya Roll Bar. Harganya cuma 180dinar atau sekitar 22.000rupiah untuk yang isi nutella, plazma, dan višnja/banana.
 
Pancake-nya RollBar <3<3<3
Makanan tradisional Serbia yang aku suka lainnya adalah Ćevapi. Ćevapi mirip sekali dengan Pljeskavića, hanya beda bentuk saja. Namun aku lebih suka Ćevapi, hehe. Waktu ke Jerman tahun 2015, aku cinta sekali dengan yang namanya Döner, kebab khas Turki. Di Serbia Döner namanya Gyros, yang katanya berasal dari Yunani. Baru tahu, kan, banyak keterkaitan antara Turki dan Serbia, juga Yunani, dan negara-negara pecahan Yugoslavia lainnya? Aku juga baru tahu banyak dari murid-muridku di sekolah :)



Lejla Hamzic dan Novi Pazar
Di awal-awal cerita aku sudah banyak cerita tentang Lejla, tapi belum cerita gimana detailnya waktu aku ketemu Lejla. Di minggu pertama aku di Belgrade, aku ketemu Dzenana terlebih dahulu karena kan Dzenana kuliah di Belgrade. Kami janjian jam 9 pagi ketemu di patung kuda Trg Republike. Dzenana peluk aku berkali-kali sambil bilang “I can’t believe you’re here. Oh my God, Atha.” Aku senang sekali. Setelah bertahun-tahun hanya lihat Dzenana dari foto. Kami keliling Kalemegdan karena aku belum pernah kesana. Lalu Dzenana mengantarku lihat masjid yang hanya satu-satunya di Belgrade. Masjidnya kuno tapi bagus sekali. Setelah itu kami makan siang dan berpisah karena Dzenana masih ada urusan yang harus diselesaikan.

Di sekitar minggu ketiga, aku ada libur kerja dan memutuskan untuk ke Novi Pazar selama 3 hari sewaktu weekend agar tidak mengganggu sekolah Lejla. Novi Pazar ditempuh selama 6 jam naik bus. Aku ingat saat itu diantar Sara ke terminal untuk beli tiket. Harga tiket Belgrade-Novi Pazar adalah 1300dinar atau sekitar 155.000rupiah. Aku naik bus hari Jumat jam 08.00 pagi. Jam setengah 7 pagi aku sudah keluar rumah, beli roti di Pekara dekat rumah dan berjalan ke terminal utama Belgrade. Kalau tidak salah ingat, sekitar 20menitan jalan kaki. Tinggal di luar negeri memang bikin doyan jalan, ya. Kalau di Indonesia sih masukin laundry atau ke indomaret aja naik motor haha:”)

Saat itu aku agak was-was juga karena benar-benar sendirian, dan isi busnya kebanyakan orang tua dan mereka nggak ngerti bahasa Inggris. Yaudah Bismillah aja. Lejla berkali-kali bilang jangan turun kalau busnya berhenti karena ternyata bus berhenti di setiap kota yang dilewati, dan Novi Pazar adalah pemberhentian terakhir. Sekitar jam 2 siang bus memasuki Novi Pazar dan aku senang setengah mati! Lejla bilang sudah di terminal bersama Dzemila, adiknya, dan Dina tetangganya yang aku kenal juga.

Sewaktu aku turun bus, aku memang lihat Lejla, tapi dia nggak lihat aku. Aku berjalan ke arahnya dan berkata “Hai!” Ia menoleh dan langsung memelukku erat sekali. Lejla sampai nangis... Dia lembut banget, sih orangnya. “Alhamdulillah you’re here. I can’t believe you’re here... finally...” Ya, after 6 years of praying and wondering we finally met for the first time.
<3

February 5th 2016, Novi Pazar, Serbia.

Sampai rumah aku disambut hangat oleh mamanya Lejla, dan aku juga dimasakin Mantije, yang enak sekali! Setelahnya aku dan Lejla hanya cerita-cerita saja, sambil melihat surat-surat yang kami tulis dari SMP. Ya, kami beneran surat-suratan lewat pos biar lucu hahaha.


Tiga hari itu aku benar-benar serasa seperti berada di rumah. Tante, Om, sepupu-sepupu Lejla bergantian berdatangan dan mereka semua kenal aku dan aku juga kenal beberapa diantaranya. Kami bercanda, bercerita, dan bertukar hadiah. Senang sekali berada di rumah saat jauh dari rumah. Alhamdulillah.

Aku juga senang sekali saat akhirnya mendengar adzan di Serbia setelah kurang lebih 3 minggu tanpa adzan di Belgrade. Aku juga shalat jamaah bareng Lejla terus di rumah dan pernah satu kali di masjid setelah sekitar 3 minggu shalat sendirian melulu di Belgrade. Mungkin hal ini terdengar konyol sekali. Tapi aku senang sekali saat tahu bahwa cara ibadahku sama persis dengan mereka. Yaiyalah sama, Tha. Wong sama-sama muslim, kok. Tapi beneran it feels soooooo amazing. Aku nggak bayangin gimana rasanya shalat bareng ras seluruh dunia di Mekkah. Pasti lebih amazing...

Aku pulang hari Minggu sore. Sore itu mamanya Lejla bercanda mulu “Udah, Atha tinggal disini aja biar Lejla yang pulang ke Indonesia. Tukeran.” Haha. Ya Allah semoga suatu saat Ibu bisa ketemu sama mamanya Lejla. Aamiin. Lejla nangis lagi di terminal, dan aku bilang “It’s okay. We can meet again someday. Really. We will.” Dan yang bikin nyes adalah dia bilang “If we won’t, I hope we will meet again in Jannah.” Ya Allah.......

I am so grateful I got a friend like her. No, it’s more like sister. Now I just don’t miss her, I miss the entire family there:”)

 
Novi Pazar city center, and Dzemila <3
My International Family

<3
Tinggal satu rumah selama 6 minggu mau nggak mau membuatku dekat sekali dengan teman-teman satu rumahku. Hampir setiap malam kami berkumpul di meja makan, cerita-cerita sambil makan Smoki. Sering nyanyi lagu Turki diiringi gitarnya Arda, lagu kesukaan kami semua itu Istanbul’da son bahar. Tapi aku paling suka Hayalet Sevgilim, soalnya reff nya ada ‘bebegim, bebegim’ nya hehehe. Jadi, ternyata bahasa Turkinya baby adalah bebek... dan ada biskuit bayi enak sekali namanya Cici Bebe (baca: jiji bebe) yang artinya cute baby. Arda sama Zeynep ngakak sewaktu aku kasih tahu apa artinya Jijik dan Bebek dalam bahasa Indonesia.
Cici bebe:3
 Oh ya, orang satu rumah tergila-gila sama Indomie goreng hahaha. Jadi ceritanya waktu itu aku nemu Indomie goreng sewaktu belanja di supermarket. Yaudah aku beli. Sampai rumah aku masak, terus aku suruh mereka cicip. “Oh my God what is it? Why I never eat this kind of food. It’s so fckin good, Athaya!!!!” Mereka bahkan lebih heboh sewaktu Indomie gorengnya aku dadar pake telor dibikin omellette mie. Aku sering sekali disuruh masakin omellette. Iya, secinta itu mereka sama omellette Indomie goreng.
 
Our dinner one day
Aku bersyukur aku kenal mereka. Walau kadang kelakuannya aneh-aneh bikin sakit kepala, tapi aku tetap sayang. Aku juga merasa paling dilindungi karena aku paling kecil disana! :P Aku punya 9 kakak di rumah, how amazing is that?  Mereka manggil aku ‘sunshine’ hahahahaha sampai semua orang ikut-ikut manggil begitu. I don’t mind tho;)
 
Arda's birthday surprise
Oh how I miss you, kakak-kakak :(


Bedanya sama Winterkurs Goethe yang aku ikuti tahun 2015, exchange ini pulangnya nggak barengan. Jadi sedihnya berkali-kali dan aku benci sekali bilang goodbyes. Özlem pulang pertama kali, lalu disusul Natalia yang bikin aku sedih seharian dan nangis di kamar mandi. Lalu Arda tiba-tiba pulang padahal sebelumnya bilang pulangnya lebih lama. Dan aku.

Aku pulang tanggal 20 Februari. Pesawatku jam 06.20 pagi. Gila, nggak sih? Aku harus naik bus pertama jam 04.00. Malamnya aku dilarang Zeynep tidur, dan jam 01.00 aku disuruh masakin omellette buat Zeynep dan Aymen. Setelah itu aku ganti-ganti baju dan siap-siap. Sekitar jam 03.15 aku dianter Aymen, Zeynep, dan Khouloud jalan ke Zeleni Venac dan menunggu bus pertama yang jam 04.00. Bus yang paling aku tidak suka. Bus nomor 72 jurusan Zeleni Venac Aerodom Nikola Tesla. Akhirnya jam 04.00 datang. Aku sempat chatting sama Tayla (teman wintercourseku dari New Zealand) kalau aku sedih sudah mau pulang terus dia bilang “Lucu ya, ingat nggak bulan lalu kamu nangis takut bakal gimana-gimana. Sekarang malah sedih.” IYA BANGET!!:”) BTW TAYLA AKU JUGA KANGEN BANGET SAMA KAMU :( :(

Yaudah itu aku benar-benar sendirian dari jam 04.00 pagi ke bandara, sampai sana sekitar jam 5. Gara-gara semaleman nggak dibolehin tidur sama Zeynep, aku kayak passed out gitu selama penerbangan Belgrade-Paris sampai nggak dapat sarapan huhu pramugarinya nggak bangunin aku :( Aku di bandara Paris 11 jam. Iya. 11 jam. Pesawat ke Jakarta baru jam 8 malam padahal aku landing di Paris itu jam 9 pagi. Sayangnya aku nggak punya visa schengen jadinya nggak bisa keluar bandara buat lihat Eiffel sedih ya. Semoga kapan-kapan bisa lihat Paris beneran :) aamiin. 
But another dream came true at the airport.


Sudah dari lama sekali aku penasaran gimana rasanya macarons paling enak sedunia, Ladurée. Alhamdulillah sudah kesampaian :) Setelahnya aku terbang nonstop Paris-Singapura. Transit satu jam di Singapura lalu landing Jakarta sekitar maghrib. Langsung pesawat ke Jogja habis isya. Sampai kos jam 10 malam. Capek dan jet lag dan besoknya pretest anatomi pertama :)) jadinya? Ya inhal hehehe.


 ***

The point is, this whole journey was long enough to change myself into a better human. Now differences such as skin colors, races, languages, habits, or personalities don’t matter to me anymore. I can blend into any kind of situations or communities if I want to. But sadly it wasn’t long enough because I still am craving for it. Now I can’t wait to be involved in a bigger oppurtinities, bigger projects, bigger dreams.

Now I am more sure that dreams do come true. I’ll put it in bold. YES. Dreams do come true. But only if you want to make them to. That’s what happened with me :)

So, I hope this passage sums up my wonderful experience. I will edit this post later if I think I need to. If you’re curious or interested you can contact me through my personal Line messenger or my email athanadhira@gmail.com . or if you don’t want me to know who you are, you can also ask me with anonymous question on my ask.fm @athayanadhira.


Keep dreaming because that's what makes you feel alive.
Love, Atha.