HiGH SCHOOL LIFE PART 2
Aku suka cara dia memperhatikan sesuatu, aku suka senyumnya,
aku suka caranya berbicara dengan kata-kata kasar dan sinisnya, aku suka
tatapan dinginnya, dan aku juga suka kerutan di dahinya ketika dia bingung. Dan
itu bohong, jika aku berkata membenci dirinya. Aku menyukai segala hal
tentangnya, terlebih aku suka caranya memperlakukanku. Apakah aku jatuh hati
kepadanya? Ah, tidak mungkin! Aku tidak mungkin jatuh cinta padanya. Sangat tidak
mungkin. Lagipula ini terlalu cepat.
***
Sudah sebulan ini dia hanya berjarak 30 cm disebelahku, selama
tujuh setengah jam, enam hari seminggu. Es didalam tubuhnya sudah mencair
sedikit demi sedikit. Menurutku dia sudah mulai bisa beradaptasi. Ia tidak lagi
sendirian, mulai bergaul dan membicarakan tentang games bersama anak cowok lainnya. Aku juga mulai bisa mengajaknya
tertawa, mengajarinya origami, dan
terpenting, menatapnya tanpa takut disentak.
Aku selalu memikirkan kembali kejadian di sekolah setiap
hari. Selalu. Apakah ini wajar? Entahlah, yang pasti aku senang memikirkannya. Aku
senang dia duduk disebelahku.
Pagi itu diadakan lomba membuat mading antar kelas. Kelasku,
kelas terheboh sepanjang masa, kelas yang merupakan keluarga keduaku,
memutuskan untuk mengambil tema colorful.
Aku suka sekali ide itu, akan ada banyak warna-warna cerah yang akan kami
gunakan diatas karton hitam berukuran 1x1 meter itu.
Aku sedang mengayam benang wol warna-warni saat aku
merasakan ada yang berjongkok disebelahku. Dia. Dia tersenyum geli sambil
menatapku. Aku balas menatapnya bingung.
“Hei, ini harusnya dipotong dulu. Sini..”
Dia, tanpa izin mengambil anyamanku dan membawanya pergi. Aku
hanya menatap punggungnya yang berjalan ke kanan ke kiri mencari gunting. Bayangkan
itu! Dia mencarikan gunting untukku, untuk menggunting ujung anyaman yang
sebenarnya tidak penting itu. Aku hanya tersenyum. Aku selalu menyukai caranya
memperlakukanku...
“Nih, udah dipotong. Harusnya gini nih, lebih rapi kan?”
Aku suka caranya memperlakukanku. Selalu suka...
Aku suka caranya memperlakukanku. Selalu suka...
Cengirannya... membuat aku tak tahu harus berkata apa selain
terima kasih yang aku ucapkan berulang-ulang sampai 3 kali. Ia hanya menatapku
tajam dengan matanya yang dingin itu, kembali nyengir, mengangkat bahu dan
berlalu pergi.
Lain cerita saat jam pelajaran olahraga.
Kami berlatih bermain American Football. Latihan dasar
pertama pagi itu adalah tentang lempar-tangkap. Hanya itu. Namun, sebuah
kejadian membuatku semakin mengaguminya.
Sekarang giliranku menangkap bola dari temanku di seberang
sana. Dia mengantri bersama beberapa teman yang lain di sebelah kiriku. Aku bersiap,
dan meluncurlah bola itu. Aku tidak tahu mengapa bola itu seakan mengejarku
dengan kecepatan diatas rata-rata. Aku ingin menangkap namun bola itu terlalu
tinggi untukku. Aku hanya bisa pasrah, berharap bola itu tidak akan membentur
kepalaku. Tepat pada saat aku akan menutup mata, kurasakan sebuah tangan
menghalau bola sialan itu hingga bola itu terguling jauh ke sebelah kananku. Aku
menatap si pemilik tangan.
“Makanya hati-hati. Punya mata nggak sih? Katanya jago, tapi
masa beginian aja nggak becus? Payah lo.”
Aku menyukai kata-kata kasarnya...
Aku menyukai kata-kata kasarnya...
Dia lagi, Ya Tuhan. Apa yang sebenarnya Engkau rencanakan? Mengapa
Kau biarkan aku menyukainya disaat aku tahu aku dilarang untuk bersamanya?
***
Finally dapet ilham nih, huehehe thanks for comments, and thanks for reading!
Lots of love! <3 xoxoxo
<3 pengalaman pribadi :p
ReplyDeleteenak ajaa, nggak yoo-_-
Delete