HiGH SCHOOL LIFE PART 5
Salahkah bila aku menyukaimu, padahal itu adalah hal yang
dilarang? Dan maafkan aku karena telah menyakitimu. Perlu kau ketahui, bukan
hanya kau yang merasa pedih. Aku juga.
Hal ini yang baru aku ketahui belakangan, Tuhan selalu tahu
kapan waktu yang tepat untuk memberikan hadiah. Seperti sebuah pelangi yang ada
sehabis hujan.
***
Kemarin, Taft mengajakku ke taman, lagi. Taft bilang ia
menyukaiku, dan gilanya aku sudah tahu. Namun ada faktor lain yang baru aku
ketahui seminggu belakangan ini. Faktor lain yang mengubah segalanya. Faktor
lain yang nggak bisa dilupain gitu aja.
Dan aku merasa kesal dengan diriku, bagaimana mungkin aku
telah membiarkan diriku jatuh terlalu dalam?
“Kenapa lo nolak gue?”
“Taft, gak gitu...”
“Jujur aja, Xav. Gue gabakal marah. Apa gara-gara perbedaan?
Kayak yang lo bilang selama ini?”
“Nah, itu lo tau. Kita terlalu beda. Fix.”
“Terus maksudnya semuanya kemaren apa? Lo bilang mau percaya
sama gue? Hah?? Kita beda apa sih emangnya? Prinsip? Hobi? Atau jangan-jangan
agama? Lawak lo.”
“Jangan pernah nyuruh gue percaya sama lo, kalo lo sendiri
nggak percaya sama adanya Tuhan.”
“Hei, itu hak gue buat punya agama atau enggak!”
“Dan ini hak gue buat nerima lo apa enggak.” Aku berdiri
dari dudukku, menatapnya dalam, “Bye, Taft.”
“Anjing lo! Tai!”
Aku menatapnya miris, mencari-cari celah diantara kilatan
marah di matanya. Berharap ada setitik harapan untuk memaafkan kesalahanku,
yang mungkin terlalu memberikan harapan untuknya. Harapan yang seperti pasir,
makin digenggam, makin hilang. Maafin aku, Taft.
“Maaf..” aku berbalik badan dan berjalan seperti biasa.
Ralat, maksudku berusaha berjalan seperti biasa. Aku tiba-tiba merasa sesak,
dan aku juga merasakan air mataku mulai merebak dengan cepat. Aku berharap
besok tidak akan menjadi lebih buruk lagi...
***
Ketika aku tiba di kelas, yang terdengar hanya keributan. Aku
menebak-nebak apa yang terjadi sehingga mereka ribut begini. Tidak biasanya,
ini baru jam 6.15 pagi! Saat aku masuk, semua mata memandangku, lalu mata
mereka kembali ke pusat perhatian semula. Aku mengikuti arah pandang mereka,
dan tahulah aku bahwa ada yang tidak ‘biasa’ pagi ini. Bangkuku. Bangku kepunyaanku, yang sudah aku
duduki selama kurang lebih 3 bulan ini sudah berpenghuni. Cewek cantik dengan pipi
tirus, hidung mancung, kulit seputih susu, dan rambut panjang mengkilap itu
menatapku datar. Matanya yang bulat besar itu tidak mau berhenti menatapku. Akhirnya
aku mengalah, dan pergi dari kerumunan itu. Menuju bangku terakhir dipojokan
kelas. Aku tidak tertarik lagi dengan gadis es itu. Dia lebih cocok bersama
Taft, manusia semi-bisu itu.
Deg.
Ternyata hari ini tidak lebih baik dari kemarin.
Aku hanya menatap kerumunan itu. Mereka sibuk menginterogasi
pehuni kelas baru itu. Aku tidak berniat
kesana. Pikiranku sudah terlalu penuh
untuk memikirkan hal-hal kecil seperti itu. Tiba-tiba kulihat makhluk semi-bisu
ku. KU? Kau terlalu berkhayal, Xavi. Xavi?
Please, jangan ingatkan aku tentang nama itu. Panggil saja aku kasihan. Aku lebih
bisa menerimanya.
Taft menatapku sekilas, dengan pandangan bengis. Nampak sekali
ia belum bisa memaafkanku. Tapi, ya sudahlah. Mau apa lagi. Ia nampak sedikit
terkejut dengan kehadiran si gadis es tadi. Namun hanya sedetik, karena sedetik
kemudian ia tersenyum. Senyum yang selalu aku suka. Hatiku mencelos. Taft tersenyum
kepada gadis itu? Padahal ia hanya menatapku dingin saat kami pertama kali
bertemu...
Kerumunan itu perlahan bubar saat bel masuk berdering.
Dan aku sendirian, lagi.
Dan aku sendirian, lagi.
***
“Lo jealous, Ra?” suara Kelly menyadarkanku. Aku memang
bercerita kepadanya tentang segala hal. Satu-satunya wanita yang aku percayai. Satu-satunya
wanita yang bisa aku peluk, dan kutumpahi air mata, setelah mama pergi.
“Dih, cetek amat gue jealous sama dia. Dia bukan siapa-siapa
gue kok.”
“But he WAS something, Ra. Like you said.” Kelly mengangkat
bahu.
“WAS itu beda, ly sama IS”
“So, who is that lucky guy?”
“Lucky guy apaan?”
“Kata lo, lo udah nemu yang ‘IS’?”
“Dih, nenek lampir!!! Gue nggak ngomong gituuu. Bolot amat
lu ya. Traktir gue ice cream cake, please.”
“Yuk, tapi mandi dulu sana.”
“Cih, lo itu kali yang belom mandi!!!”
Kelly is one of the best things I have. I can’t imagine life
without her.
***
Sahabat selalu ada, seperti angin yang selalu ada di saat cuaca
panas, berawan, bahkan badai sekalipun. Sahabat tidak pernah bosan dengan tingkah
konyol kita. Sahabat akan selalu mendengarkan, tidak menghakimi. Mereka tidak
akan menutupi kesalahan kita dengan kebohongan yang manis. Mereka akan terus
terang mengatakannya walaupun mereka tau kita akan sakit hati. Dan... mereka
tidak takut kehilangan kita. Karena mereka yakin kita tidak akan pernah pergi dari
mereka.
***
wdyt? I've tried to make it longer :9 Leave comments please! You know one comment means he world to me :) THANKS for reading! hope you like it:)
No comments:
Post a Comment